Membaca koran yang ditempel di dinding rumah papan itu, tanpa saya duga kemudian hari, menjadi sebuah memori yang istimewa. Setidaknya, ada dua hal yang tak terlupakan. Pertama, saya membaca dengan posisi setengah memanjat. Ayah saya, yang notabene seorang guru sekolah dasar, menempel lembaran sebuah surat kabar mingguan bernama DIAN di dinding kamar tamu. Entah untuk alasan apa, koran itu sengaja ditempel di dinding kurang lebih satu meter dari permukaan meja. Didorong rasa ingin tahu yang besar, saya memanjat menggunakan kursi kayu untuk membaca tulisan itu.
Saat itu, saya masih duduk di bangku sekolah dasar, paruh pertama tahun tujuh puluhan. Belum lancar sekali membaca, tetapi hampir setiap hari saya lakukan ritual itu. Pernah kepergok ayah, lalu saya ditegur. Terutama karena saya memanjat. Yang saya paling ingat, judul tulisan dengan huruf kapital yang jelas didampingi gambar yang waktu itu sangat menarik perhatian saya. Alasan kedua, dan yang membuat saya terpikat adalah karena tulisan itu ternyata dibukukan bertahun-tahun kemudian. Judulnya, tanpa saya sadari, seolah menyimpan kenangan masa kecil yang penuh petualangan: I REMEMBER FLORES.
Sebuah memoar yang mengharukan dari seorang Kapten Angkatan Laut Jepang, TASUKU SATO, ketika bertugas di Flores, sebelum kemerdekaan. Dan buku itu, yang sekarang menjadi salah satu koleksi perpustakaan pribadiku, menjadi salah satu tonggak awal kecintaan saya pada ritual membaca buku, terutama buku biografi. Lewat buku I REMEMBER FLORES, saya tidak hanya bisa mengenang tanah kelahiran setiap saat, tetapi juga mengagumi sosok pahlawan inspiratif. Seorang Ayah, yang menjadi guru dan teladanku.