henry manampiring

Kalau kita hidup cukup lama, tentu akan ada satu dua penyesalan yang mengganjal. Atau malah banyak! Entah karena perbuatan yang sudah dilakukan atau sebaliknya, keinginan yang batal diwujudkan. Lalu kita akan meratapi ketidakberdayaan terhadap Sang Waktu. Ah, seandainya waktu bisa dibalik, tentu tidak begini jadinya.

Tepat itulah yang saya rasakan saat menginjak usia 50 tahun. Setengah abad! Betapa banyak pelajaran hidup yang sudah saya dapatkan, dengan ongkos berupa uang, waktu yang terbuang, dan bahkan air mata serta kepedihan. Saya berandai-andai: kalau saja saya yang berusia 20 tahun memiliki kesadaran seperti saat sudah berusia 50 tahun, rasanya hidup akan lebih mulus berjalan. Tidak perlu tiap saat terbentur dan tersandung.

Maka lahirlah buku ini, 50 to 20: Pesan dari Paruh Perjalanan, sebuah upaya saya untuk menyuling pengalaman hidup dan memetik pelajaran berharga dari sana. Meski saya tidak berniat mengajari siapa pun melalui buku ini, saya sadar bahwa sebagai manusia, pengalaman hidup saya tidaklah unik-unik amat. Pastilah banyak kemiripan dengan orang lain di berbagai tempat dan era. Karena itu, saya rasa, apa yang saya tulis dalam buku ini akan bermanfaat bagi generasi muda yang barangkali saat ini sedang tertatih, tersandung, dan kehilangan arah dalam pencarian peran serta makna hidupnya.

Memasuki setengah abad kedua dalam hidup sepertinya membangkitkan jiwa puitis saya. Entah. Perenungan yang tertuang dalam buku 50 to 20 kemudian juga merembes, dalam bentuk rangkaian sajak, yang terangkum dalam buku lain berjudul Sajaksel: Kumpulan Sajak Urban, Korporat, dan Start Up. Bagi saya, kedua buku itu seolah kembar. Merupakan sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Sampul bukunya pun, kalau digabung, akan membentuk sebuah gambar yang menyatu.

Sekali lagi, buku kembar ini bukan upaya saya untuk sok-sokan mengajari cara menjalani hidup. Tiap orang punya panggilannya masing-masing. Saya sadar dan menghormati kenyataan itu. Namun demikian, pelajaran hidup yang sudah saya dapatkan ini, rasanya sia-sia kalau tidak saya susun dan bagikan. Dengan niat baik, tentu saja. Secuil pengalaman pun, bagi jiwa-jiwa muda resah yang sedang kebingungan mencari jalan, tentu akan sangat berharga.

- Henry Manampiring.

Irsan, 44 tahunJawa Barat.
Read More
Semasa muda, saya tidak mengenal dunia investasi. Andaikan saja saya mengenal dunia investasi sejak dini, mungkin hari ini saya akan lebih baik dalam mempersiapkan masa pensiun saya nanti. Masa muda saya mungkin sama seperti kebanyakan, di mana kita menggunakan uang untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan.
Reza Muhammad, 30 tahunBanten.
Read More
Saya menyesal karena tidak berusaha mengeksplorasi keindahan Indonesia waktu masih punya banyak waktu luang. Malah terjebak di antara kata pada buku-buku traveling semata. Generasi muda harus banyak mengeksplorasi kekayaan Indonesia. Baik dari keindahan alam sampai kehidupan masyarakatnya. Jadi, kita menjadi lebih peka terhadap berbagai kondisi masyarakat dan kelak, jika ada kesempatan, bisa ikut berkontribusi lebih pada pembangunan Indonesia
Frater Leonardo Kiloiz Efraim Petto, 27 tahunJawa Barat.
Read More
Teruntuk adik-adikku para seminaris (calon pastor katolik) yang masih di pendidikan seminari kecil (SMP) atau seminari menengah (SMA). Belajar bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh! Saya baru menyadari sekarang, bahwa bahasa Inggris bukan hanya digunakan sebagai keperluan wajib dalam studi, tetapi sebagai atau cara untuk mengajar umat. Saya jatuh cinta dengan bahasa Inggris baru sekarang ini. Kalau saja semasa SMP atau SMA sudah cinta sama bahasa Inggris, belajarnya pun pasti akan terasa jauh lebih menyenangkan.
Previous
Next
Josua Satria Collins, 27 tahunJakarta.
Read More
Pengalaman masa muda yang saya sesali adalah tidak serius belajar bahasa Inggris. Dewasa ini, bahasa inggris sudah menjadi kebutuhan di dunia kerja. Dari pekerjaan kantoran hingga media sosial, semua menuntut kemampuan berbahasa Inggris. Dengan keterbatasan berbahasa Inggris yang saya punya, saya hanya bisa melamar ke beberapa lowongan pekerjaan yang masih mau menoleransi kemampuan bahasa Inggris yang terbatas.

Di masa muda, sejatinya saya memiliki privilege untuk belajar bahasa Inggris. Sebagai kaum kelas menengah yang tinggal di Jakarta, saya memiliki akses yang dibutuhkan untuk belajar bahasa Inggris. Orang tua saya juga menempatkan saya di tempat kursus bahasa Inggris. Sayangnya, saya tidak serius memanfaatkan kesempatan itu karena merasa belajar bahasa Inggris sama dengan tidak nasionalis. Selain itu, saya merasa bahwa sektor lingustik bukanlah kecerdasan saya. Akhirnya, saya hanya belajar seadanya dan sampai sekarang masih kesulitan memahami ilmu dasar bahasa Inggris.

Tidak hanya soal pekerjaan, kemampuan bahasa Inggris yang kurang juga menyulitkan saya untuk meraih gelar S2. Saya harus berkali-kali les IELTS dan mengambil official test untuk bisa memenuhi syarat mengambil S2. Biaya yang dikeluarkan pun mencapai belasan juta. Jika saya sudah mahir bahasa Inggris sejak masa muda, saya mungkin tidak harus keluar uang sebanyak itu untuk tes IELTS.
Frila Ardiasari, 47 tahunJawa Barat.
Read More
Pada saat muda, gaya hidup saya selalu ingin mengikuti dengan tren terbaru. Saya selalu menggunakan barang-barang dengan brand terbaik atau yang sedang booming saat itu. Karena selalu ingin dilihat menarik tetapi tidak menyesuaikan dengan penghasilan, akhirnya saya harus bergantung pada kartu kredit. Tanpa di sadari, pengeluaran jadi tidak terpantau dan akhirnya harus berurusan dengan tagihan-tagihan yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Mulai dari menghindari tagihan, malu terhadap rekan kerja, kesulitan melunasi tagihan, memendam setiap kesulitan, sampai konsentrasi pekerjaan yang makin terganggu.

Akhirnya, saya harus kembali ke keluarga untuk memecahkan permasalah ini. Harapan saya bagi muda-mudi saat ini, jalani hidup seimbang dengan apa yang sudah Tuhan berikan. Penampilan mewah bukanlah segalanya, tidak menjadi ukuran kebahagiaan. Semua itu akan kita rasakan sia-sia jika dibandingkan dengan kehidupan yang sederhana tetapi tenang dan bahagia. Orang lain sebenarnya memandang kita bukan dari apa yang kita pakai, tetapi dari pribadi kita. Bagaimana menjadi orang yang baik, lebih penting daripada berpenampilan mewah tetapi hidup penuh beban. Semoga bermanfaat. God bless.
Previous
Next
Teodosius Domina Herta Putra, 33 tahunSulawesi Utara.
Read More
Tidak menjaga kesehatan selagi masih muda adalah kesalahan besar. Waktu masih remaja, kita mungkin merasa kuat melakukan apapun yang kita mau. Kita mungkin merasa bisa mengejar mimpi di angkasa. Tapi yakinlah, kekuatan itu tidak abadi. Selagi masih muda, tidurlah yang cukup, makan makanan bergizi, dan yang paling penting rutin berolah raga! Mengejar mimpi butuh energi.
Dwi Purwaningsih, 35 tahunJawa Barat.
Read More
Manfaatkan waktu sebaik-baiknya bersama keluarga, jadikan keluarga prioritas utama. Jangan terlalu sibuk dengan dunia sendiri. Jika salah satu orang tuamu sudah tidak ada, pasti akan menyesal di kemudian hari. Karena momen bahagia bersama mereka tidak akan terulang kembali.
Syahril, 50 tahunKalimantan Selatan.
Read More
Saya adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara, kedua orang tua saya hanyalah petani penggarap sawah. Sejak SMP, saya sudah bisa cari uang sendiri untuk jajan di sekolah, dan terus saya lakukan hingga menamatkan jenjang SMA. Orang tua saya menyarankan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Tetapi karena sudah merasa bisa cari uang sendiri, timbul dipikiran untuk terus mencari kerja yang lebih mapan.

Saran orang tua pun terabaikan. Pada akhirnya, saya hanya bertahan tiga tahun bekerja dan menjadi pengangguran setelahnya. Di usia 50 tahun ini, baru timbul penyesalan. Kenapa dulu tidak menghiraukan nasihat orang tua. Yang mau saya sampaikan untuk anak muda sekarang, patuhilah nasihat dari orang tua. Insya Allah di masa depan hidup kita akan lebih nyaman.
Previous
Next

Pre-Order Sekarang, Stok Terbatas!

Pre-Order Sekarang, Stok Terbatas!